BTCClicks.com Banner bitcoinaliens

www.speedcash.co.id

bisnis online, jual beli online, sistem pembayaran, pembayaran online, bisnis online

www.fasapay.co.id

FasaPay Online Payment System

TSEL COMUNITY

Gratis Nelpon dan SMS

Senin, 10 Oktober 2011

Orang Tionghoa di Kalimantan Selatan

Orang Tionghoa sudah datang ke Kalimantan Selatan pada abad ke-14 (Hikayat Banjar). Kronik Cina Sejarah Dinasti Ming, mencatat kunjungan pedagang-pedagang Tionghoa di masa Sultan Hidayatullah (raja Banjar muslim ke-3). Di Banjarmasin, suku Tionghoa menempati suatu kawasan yang disebut 'Pacinan' (Chinezen Camp). Sedangkan istilah Orang Tionghoa Parit tidak pernah digunakan sebelumnya dan merupakan istilah yang tidak dikenal sebagai suatu kelompok etnik di Kalimantan Selatan. Penamaan Orang Cina sudah lazim digunakan di Kalimantan pada umumnya dan bukanlah sesuatu yang dimaksudkan sebagai penghinaan, tetapi semata-mata merupakan penamaan etnik yang sudah digunakan sejak lama di daerah ini. Keberadaan komunitas Orang Cina Parit sekaligus dapat mewakili keberadaan suku Tionghoa secara keseluruhan yang ada di Kalimantan Selatan pada umumnya. Pada pencatatan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda tahun 1895, jumlah suku Tionghoa yang terdapat di Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo (Kalsel-Kalteng-Kaltim) seluruhnya berjumlah 4.525 jiwa (laki-laki 2.829). Jadi sejak dahulu jumlah populasi di ke-3 provinsi tersebut relatif sedikit dibanding dengan daerah lainnya di Borneo yaitu Kalbar, Sarawak dan Sabah yang jumlah suku Tionghoanya mencapai 40% dari populasi penduduk daerah-daerah tersebut. Di Kalteng, Kalsel dan Kaltim, suku Tionghoa tidak termasuk ke dalam delapan etnik terbesar menurut sensus tahun 2000 pada masing-masing provinsi tersebut.
Rumah Joglo Gudang yang menjadi ciri khas rumah tinggal suku Tionghoa di Banjarmasin yang sudah hampir punah.

[sunting] Kedatangan Pedagang Cina

Pelajar-pelajar Sekolah Katolik China di Banjarmasin
Dalam sebuah catatan Kronik Cina Buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643) menyebutkan tetang keberadaan Kesultanan Banjar di masa Sultan Hidayutullah I (raja Banjar ke-3) yang menunjukkan kunjungan pedagang Cina sudah terjadi di masa raja tersebut.
Pedagang-pedagang Cina mendatangi negeri Banjar untuk keperluan memperoleh lada pada pertengahan pertama abad ke-17, setelah diusir oleh saingan mereka Belanda dan Inggris. Ketika itu mereka diberitahu tentang kemungkinan melakukan perdagangan lada di negeri Banjar oleh orang-orang Portugis di Macao. Mereka kemudian datang dengan jung-jung mereka, setiap tahun secara teratur datang sebanyak empat sampai tigabelas buah dari pelabuhan Amoy, Kanton, Ningpo, dan Macao. Para nakhoda disambut dengan senang di Kayu Tangi (Martapura) dan Tatas (Banjarmasin) oleh orang-orang Banjar, karena mereka membawa sejumlah barang kesukaan penduduk setempat. Berbagai macam barang terdiri dari sutera kasar dan halus, teh, kamper, garam, perkakas tembaga, barang-barang porselen dan lain sebagainya yang dapat ditukar dengan lada, emas, sarang burung dan lain-lain barang hasil daerah Banjar. Kedatangan mereka yang secara terus menerus membawa negeri Banjar masuk dalam lingkaran persinggahan para pedagang dari berbagai negara seperti Arab, Gujarat, disamping dari daerah-daerah tetangga seperti Jawa, Madura, Sulawesi, Lombok, Bali dan Sumbawa. Mereka berkumpul untuk saling mengadakan transaksi, namun komoditas dari negeri Cina sangat menonjol peranannya.
Pada permulaan abad ke-18, perdagangan jung menjadi begitu penting, bahwa sungai Barito dikenal pula dengan sungai Cina, sebab dipenuhi oleh jung-jung dari Cina. Demikianlah musim dari penawaran lada di Banjar adalah pada permulaan Oktober sampai Maret pada setiap tahunnya, jung-jung itu tidak seperti umumnya pedagang-pedagang yang lain, mereka tiba pada akhir bulan Februari. Menurut perhitungan bahwa kedatangan mereka yang terlambat berarti hanya akan mendapat sisa-sisa dari lada yang tidak terjual. Namun ternyata pepatah yang datang pertama, dilayani pertama tidak berlaku di lingkungan orang-orang Banjar. Adalah hal biasa bagi orang-orang Banjar untuk menyimpan sebagian besar persediaan ladanya untuk para pedagang jung. Mereka tidak hanya tertarik oleh barang dagangan Cina, tetapi juga oleh harga yang lebih tinggi yang ditawarkan. Namun karena barangnya diminati penduduk setempat maka akan lebih mudah dan lebih banyak memperoleh lada.

[sunting] Perang Inggris-Banjar

Sesudah kekalahan orang-orang Banjar dalam perang-perang Inggris-Banjar pada Oktober 1701, orang-orang Cina kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di muara sungai Barito. Dengan semakin berkurangnya jung yang mengunjungi Banjar membuat khawatir pada penguasa Inggris di sana. Untuk itulah maka kemudian mereka mengadakan perundingan dengan orang-orang Cina, yang pada intinya orang-orang Cina dijamin kemudahannya untuk berdagang dengan Banjar. Maka perdagangan barang dari berbagai negara di pelabuhan itu kembali ramai. Pada tahun 1702 London mengatakan bahwa lebih mudah untuk mendapatkan barang-barang Cina di Banjar dari pada di Cina. Di pelabuhan ini calon pembeli dapat melihat terlebih dahulu barang yang akan dibeli, baru setelah kecocokan transaksi dilakukan. Hal ini mustahil dilakukan di Cina. Disamping orang-orang Cina menjual barangnya mereka juga banyak membeli barang-barang yang ditawarkan pedagang Inggris, seperti kain India, tembaga dan sebagainya.
Sebelum pendirian permukiman Inggris di Banjar, pedagang-pedagang jung memperoleh barang-barang dari wilayah barat itu dari para pedagang Belanda di Batavia. Hubungan komersial antara Inggris dan pedagang-pedagang jung di Banjar berakhir sesudah pengusiran orang-orang Inggris oleh orang-orang Banjar dalam perang Inggris-Banjar yang kedua tahun 1707.

[sunting] Tahun 1707

Pasca Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, orang-orang Cina dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Cina yang berkumpul di daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar. Mereka terdiri dari 2 golongan yakni pedagang-pedagang jung dan pedagang-pedagang menetap. Pedagang-pedagang jung hanya tinggal sementara di Tatas atau di tempat lain di daerah Banjar. Setelah selesai dengan aktivitas perdagangannya termasuk mengisi perbekalan kapalnya, mereka akan kembali berlayar ke Kanton, Amoy atau pelabuhan lainnya di Cina, baru kembali ke Banjar pada musim berikutnya. Sedang pedagang menetap, mulanya mereka juga seperti pedagang jung yang hanya tinggal sementara di Banjar, namun karena melihat kemungkinan untuk menjadikan Banjar sebagai rumah mereka yang kedua, maka kemudian mereka tinggal dan menetap. Beberapa di antara mereka membuat toko di kota atau pelabuhan, menjadi pedagang perantara antara pedagang jung dan pedagang Banjar.

[sunting] Tahun 1708

Terdapat sekitar 80 keluarga di Tatas (Banjarmasin) dan Kayu Tangi (Martapura) sebelum tahun 1708, jumlah mereka terus bertambah menjadi sekitar 200 keluarga sesudah periode itu. Secara berangsur-angsur beberapa di antara mereka dapat berkomunikasi dengan penduduk setempat dalam bahasa setempat. Mereka dengan mudah dapat berintegrasi, sehingga kemudian dapat bergerak bebas dimana mereka suka. Bahkan pimpinan mereka di Banjar, kapten Lim Kom Ko, sering diutus oleh para penguasa kerajaan Banjar (Sultan Suria Alam) untuk ikut mewakili dalam perundingan-perundingan dengan orang-orang Eropa pada tahun 1708.

[sunting] Letnan Cina

  • Distrik Pleihari
Sejak tahun 1817, Orang Cina Parit yang tinggal di Distrik Pleihari, Afdeeling Martapoera dipimpin Gho Hiap Seng.
  • Distrik Martapura
Sedangkan untuk Distrik Martapura, Afdeeling Martapura sejak tahun 1898, suku Tionghoa dikepalai oleh Letnan Cina yaitu Oey Taij Poen.
  • Banjarmasin
Sedangkan suku Tionghoa yang tinggal di Banjarmasin, sejak tahun 1898 dikepalai oleh Luitenans der Chinezen (letnan-letnan China) yaitu The Sin Yoe dan Ang Lim Thay. Tahun 1904 : Kapten Thio Soen Yang.

Partai Tionghoa Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Partai Tionghoa Indonesia adalah sebuah partai politik di Indonesia yang didirikan pada tanggal 25 September 1932.
Susunan pengurus pertama[1]:
  • Liem Koen Hian voorziter
  • Kwee Thiam Tjing sekretaris
  • Mr Ong Liang Kok penning-meester
  • Tio Tjee An Commissaristen
  • Tan Tik Hiem Commissaristen
  • Liem Chid Ho Commissaristen
  • Ong A Tjoan Commissaristen
Pada periode 1935-1939, partai ini berhasil meraih satu kursi terpilih dalam Volksraad[2]

[sunting] Sumber

  1. ^ Harian Sin Tit Po, September 1932
  2. ^ George McT. Kahin. The Chinese in Indonesia. Far Eastern Survey, Vol. 15, No. 21 (Oct., 1946), pp. 326-329.

Minggu, 21 Agustus 2011

orang banjar datang ke malaysia waktu dulu untuk menyelamatkan diri

Orang Banjar yang datang ke Tanah Melayu adalah berasal dari Kalimantan, Indonesia, di kawasan selatan Basin Barito, terutama sekali dari daerah Banjar Masin, iaitu pusat bandar daerah itu. Kawasan ini adalah terletak di bahagian tenggara Borneo. Di antara daerah-daerah utama tempat asal orang Banjar tersebut ialah dari daerah Balangan, Amuntai, Alai, Hamandit, Margasari dan Martapura. Sebahagian dari mereka juga berasal dari Sumatera Tengah di kawasan Bukit Tinggi dan Sepat. Daerah-daerah tersebut merupakan kawasan penanaman padi.

Oleh demikian, mereka yang berhijrah ke Tanah Melayu adalah merupakan petani-petani yang mahir dalam penanaman padi. Di samping itu, pekerjaan khusus seperti melukis, tukang permata dan berniaga juga ditekankan oleh mereka. Pekerjaan inilah yang membezakan mereka dari suku-suku bangsa lain di daerah orang-orang Dayak yang tinggal lebih ke utara barat Banjar Masin. Masyarakat ini juga dikenali dengan kemahiran membuat peralatan dari besi, sepertiperalatan pertanian dan senjata. Kebanyakan mereka suka tinggal di lembah beberapa buah sungai seperti di sepanjang lembah Sungai Barito dari Banjar Masin hingga ke Asuntai dan Tanjung di utara., Tenom, Keningau dan Tawau. Orang Banjar ini pula terbahagi kepada beberapa puak dan di antara yang terbesar ialah Tanjung dan Kalua dari daerah Balangan, Amuntai dari daerah Amuntai, Barabai dari daerah Alai, Nagara dan Kandangan dari daerah Hamandit, Rantau dari daerah Margasari dan Martapura dari daerah Martapura. Masyarakat ini sering mengidentifikasikan diri mereka berdasarkan daerah tempat asal-usul mereka di Tanah Banjar.

Tarikh migrasi masyarakat ini ke Tanah Melayu tidak dapat dipastikan, tetapi menurut Afred Bacon <span>Hudson</span> seorang pengkaji orang Banjar, migrasi ini bermula dalam pertengahan abad ke 19. Penempatan yang awal sekali dapat dikesan ialah di Batu Pahat, Johor. Pada masa itu, mereka sering berulang alik berdagang dan berniaga kelapa kering melalui Siak, Bentan, Inderagiri terus ke Batu Pahat dan Singapura. Selain daripada itu Bagan Datoh di Perak juga dikatakan tempat pertapakan awal masyarakat ini di Tanah Melayu.

Dari Batu Pahat, mereka berpecah ke kawasan lain. Mereka masih lagi manjalankan aktiviti yang serupa seperti bertani, berkebun getah, kelapa dan sebagainya. Pada masa kini, masyarakat Banjar boleh didapati di beberapa kawasan pantai barat, terutamanya di kawasan penanaman padi seperti di daerah Kerian, Sungai Manik dan Bagan Datoh di Perak, Sabak Bernam dan Tanjong Karang di Selangor serta Batu Pahat di Johor. Di Sabah pula, orang Banjar terdapat di Sandakan

Selain daripada faktor perdagangan, kemiskinan yang mencengkam kehidupan orang Banjar di tempat asal mereka juga telah mendorong penghijrahan ke Tanah Melayu. Keadaan mereka di Tanah Banjar agak sukar kerana tanah pertanian mereka sering menghadapi ancaman binatang buas. Faktor ini ditambah lagi dengan kemelaratan yang dihadapi di bawah pemerintahan penjajah Belanda yang terlalu menindas masyarakat tempatan dengan pelbagai cukai dan peraturan yang tidak munasabah. Di samping itu, mereka tertarik dengan kemakmuran kehidupan di Tanah Melayu pada masa itu yang dikhabarkan oleh pedagang-pedagang yang berulang-alik ke Tanah Melayu.
Pihak penjajah British di Tanah Melayu pula amat menggalakkan penghijrahan masyarakat dari Indonesia untuk membuka dan mengerjakan kawasan pertanian yang baru kerana masyarakat tersebut amat terkenal dengan sifat tabah dan gigih dalam menghadapi cabaran hidup.

Ciri-ciri awal orang Banjar di Tanah Melayu

Apa yang dimaksudkan dengan ciri-ciri awal ini ialah sosio-budaya orang Banjar pada tahap awal pertapakan mereka di tanah Melayu iaitu sekitar pertengahan abad ke-19 sehingga pertengahan abad yang ke-20. Terdapat ciri-ciri yang dominan dan ketara pada masyarakat ini yang membezakannya dengan masyarakat Melayu tempatan pada masa itu. Di antara ciri-ciri awal yang dapat diperhatikan dalam masyarakat ini pada masa itu ialah, fahaman kesukuan, teguh pegangan agama dan carahidup sederhana, berani dan panas baran.

Fahaman kesukuan

Perkara ini adalah berkait rapat dengan keadaan mereka yang baru berhijrah dari Tanah Banjar ke Tanah Melayu yang masih asing bagi mereka. Jadi, bagi memastikan kebajikan mereka terjaga, mereka sentiasa tinggal dalam satu kelompok. Salah satu ciri terpenting wujud pada masyarakat tersebut pada masa itu ialah mendalamnya fahaman kesukuan. Bagi mereka, orang orang selain dari suku mereka dianggap sebagai ‘orang luar’. Keadaan ini telah mempengaruhi pergaulan, perkembangan pemikiran dan seterusnya keperibadian mereka. Faham kesukuan ini juga telah menjadikan masyarakat ini pada masa itu sebagai sebuah masyarakat tertutup. Jarang-jarang benar berlaku perkahwinan di luar suku Banjar. Justeru itu, faktor ini telah dapat mengekalkan beberapa ciri-ciri keperibadian yang tersendiri masyarakat ini. Contoh yang nyata ialah pengekalan bahasa pertuturan sehari-hari iaitu dialek Banjar dan kawasan tempat tinggal yang berkelompok.

Teguh pegangan agama dan cara hidup sederhana

Kebanyakan orang Banjar yang berhijrah ke Tanah Melayu adalah terdiri daripada mereka yang kuat pegangan agama Islam dan mengamalkan cara hidup yang sederhana. Maka, tidak hairanlah bahawa masyarakat ini amat condong terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan agama Islam dalam kehidupan seharian mereka.
Keadaan ini ditambah lagi dengan corak pekerjaan mereka yang berbentuk pertanian dan lokasi petempataan mereka yang agak terpencil daripada bandar, telah menyebabkan peluang untuk mereka mengikuti kemudahan-kemudahan seperti pelajaran, kesihatan, dan lain-lain amat terhad. Perkembangan pendidikan secara formal yang wujud dalam masyarakat ini hanyalah berupa kelas membaca al-Quran, mempelajari hal-ehwal syariat Islam sama ada di sekolah-sekolah agama rakyat mahupun di madrasah-madrasah. Bagi golongan yang berkemampuan pula, mereka menghantarkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah arab mahupun pondok-pondok di tempat lain. Bagi yang lebih berkemampuan, mereka juga turut menghantar anak-anak mereka ke Tanah Suci Mekah untuk mendalami ilmu agama. Amat kurang sekali yang menghantar anak-anak mereka ke sekolah-sekolah kerajaan mahupun ke sekolah Melayu kerana mereka berpendapat mata pelajaran yang di ajar tidak sesuai dan semata-mata hal-ehwal duniawi sahaja. Begitu juga dengan sekolah-sekolah Inggeris mereka khuatir anak-anak mereka akan terpengaruh dengan dakyah Kristian jika menghantar anak-anak mereka belajar di sekolah tersebut. Walaupun pada umumnya, fahaman sebegini wujud dikalangan masyarakat Melayu yang lain, tetapi keadaan yang wujud dikalangan orang Banjar amat ketara sekali.

Sebagai buktinya, sehingga awal tahun-tahun 60an, amat kurang sekali pegawai-pegawai kerajaan mahupun kakitangan yang berketurunan Banjar. Kalau pun ada, hanya pegawai-pegawai agama atau guru-guru agama. Ringkasnya mereka lebih berminat untuk bergiat dalam bidang-bidang yang bersangkutan dengan hal-ehwal agama Islam sahaja. Kesan lain yang dapat diperhatikan dan masih kekal sehingga kini ialah terdapatnya dengan banyak sekali sekolah sekolah agama rakyat, madrasah mahupun pondok-pondok dikawasan-kawasan yang majoriti penduduknya orang Banjar seperti di daerah Kerian, Perak mahupun di daerah Sabak Bernam, Selangor.
Keadaan kehidupan mereka juga amat sederhana, rumah mereka dikatakan kosong kerana tidak mempunyai alat-alat perabut seperti kerusi, meja dan almari. Peralatan yang ada seperti tikar mengkuang yang dibentangkan ketika tetamu datang dan lain-lain perkakas yang mustahak sahaja.

Satu hal yang agak menarik juga ialah, masyarakat ini tidak suka bekerja makan gaji dengan kerajaan kerana mereka lebih suka bekerja sendiri khasnya dalam bidang pertanian. Perkara ini juga berkait dengan kebebasan untuk mereka membuat perkara-perkara sampingan khasnya untuk mendalami ilmu-ilmu keagamaan. Pekerjaan bertani khasnya penanaman padi mempunyai ruang masa yang banyak dan bebas untuk mereka melakukan perkara-perkara tersebut seperti ketika menunggu musim menuai dan seumpamanya. Kedudukan seseorang yang tinggi ilmu agama juga amat dihormati dan mendapat tempat yang istimewa di kalangan orang Banjar. Nilai yang diberikan ke atas seseorang individu dalam masyarakat ini adalah berdasarkan keahliannya dalam ilmu-ilmu agama Islam. Nilai-nilai seperti ini menjadikan masyarakat ini begitu kuat dan taat berpegang kepada ajaran <span>Islam</span> dan kepada kepimpinan yang ahli dalam bidang agama Islam. Perkara ini jelas dilihat daripada kemenangan calon parti yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan pada Pemilihan Umum Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1955 Kawasan Kerian, Perak yang telah diketahui majoriti daripada penduduknya terdiri daripada orang Banjar. Beliau yang dimaksudkan ialah Tuan Guru Haji Ahmad Haji Hussein, keturunan Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, seorang tokoh ulama besar berasal dari Tanah Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia.

Berani dan pemanas

Salah satu sifat yang agak ketara terdapat dalam masyarakat Banjar ialah bersifat berani dan pemanas. Masyarakat ini pantang dicabar dan bersifat panas baran. Penggunaan senjata seperti pisau (biasanya disebut lading), parang panjang atau badik (sejenis pisau juga), tidak asing lagi bagi mereka terutama ketika berlaku pergaduhan. Dipercayai juga setiap keluarga orang Banjar pasti menyimpan sebilah parang panjang di rumah masing-masing untuk menjaga keselamatan mereka. Orang Banjar sering dianggap sebagai masyarakat yang gemar bergaduh oleh masyarakat lain. Sebenarnya, sifat ini telah timbul secara turun temurun semenjak mereka menetap di Tanah Banjar lagi. Keadaan alam sekeliling di Tanah Banjar yang penuh dengan hutan belukar dan binatang buas menjadikan mereka sentiasa berhadapan dengan cabaran dan halangan dalam meneruskan kehidupan mereka. Orang-orang yang berniaga pula sering berhadapan dengan lanun dan perompak memerlukan mereka sentiasa bertenaga dan bersedia untuk bertarung dengan pihak musuh. Perkara ini juga telah menyebabkan mereka suka menuntut ilmu-ilmu persilatan daripada pendekar-pendekar tempatan mahupun luar. Keadaan ini terbawa-bawa dan akhirnya telah menjadi sifat dan perangai mereka sehingga sekarang walaupun semakin berkurangan. Ciri-ciri ini jugalah yang sebenarnya menjadi penyebab kepada pergaduhan yang telah timbul di kawasan petempatan orang Banjar seperti di Sungai Manik, Teluk Intan, Perak pada tahun 1940an dan 1960an mahupun di Batu Pahat, Johor pada 13 Mei 1969, atas gabungan sifat mereka yang kuat pegangan agama dan berani serta pemanas.

Orang Banjar kini

Kini, orang Banjar di Malaysia sebagaimana masyarakat-masyarakat penghijrah dari Indonesia yang lain seperti orang Jawa, Bugis, Mendailing, Rawa, Kerinchi, Batak, Minangkabau dan lain-lain lagi, telah mengalami arus perubahan yang pesat seiring dengan kepesatan pembangunan di negara ini sendiri. Proses asimilasi yang berlaku ke atas masyarakat ini amat ketara terutama apabila mereka sudah tidak tinggal lagi bersama-sama dalam kelompok mereka mahupun apabila berlakunya perkahwinan campur. Program pendidikan di negara ini juga sedikit sebanyak telah mengasimilasikan masyarakat ini ke dalam masyarakat Melayu tempatan. Generasi muda masyarakat ini sudah agak kurang mahupun tidak tahu atau malu untuk bertutur dalam bahasa Banjar walaupun ketika berbicara sesama mereka.

Sifat mereka yang suka merantau masih membara dijiwa mereka. Buktinya, apabila adanya pembukaan tanah-tanah rancangan sama ada oleh FELDA mahupun FELCRA, mereka akan memberikan sambutan yang menggalakkan untuk menjadi peserta. Kini, orang Banjar juga banyak didapati di kawasan-kawasan tanah rancangan contohnya di negeri Pahang.

Di petempatan yang majoritinya adalah terdiri daripada masyarakat Banjar, Perpaduan mereka masih erat dan mereka masih terus memelihara dan menggunakan bahasa Banjar dalam pertuturan harian. Namun, dari segi pengamalaan adat resam dan organisasi sosial orang Banjar serta prasangkanya terhadap orang bukan Banjar sudah agak berkurangan dan mungkin sudah tiada lagi. Sikap mereka terhadap pendidikan juga telah jauh berubah di mana anak-anak mereka juga telah berjaya melanjutkan pelajaran sehingga ke menara gading dan menjawat jawatan-jawatan yang tinggi di sektor awam mahupun swasta. Namun begitu, pendidikan agama masih tetap menjadi pilihan utama kebanyakan dari mereka dan buktinya dapat di perhatikan daripada ramainya anak-anak masyarakat ini yang mempunyai kelulusan agama yang tinggi terutama orang Banjar dari daerah Kerian, Perak dan daerah Sabak Bernam di Selangor.

Rabu, 17 Agustus 2011

Senin, 11 April 2011

Pabrik Mayat Manusia Yang Menyeramkan

Kalau di china ada yang dipaksa menikah dengan mayat, di Rusia lain lagi ceritanya. Disini di negara atheis ini ada pabrik yang kerjanya jualan organ mayat. Pabrik ini menampung mayat untuk dimanfaatkan. Bagian-bagian tubuh yang bisa dijual diambilin, seperti kornea, mata ginjal dan lain-lain yang laku dijual. penjualannya pun tak terbatas hanya di dalam negeri saja, tetapi juga sampai keluar negeri. Serem ya, coba liat mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana seperti tak ada harganya. Padahal manusia walaupun sudah jadi mayat harus tetap diperlakukan dengan lazim, harus dikubur baik-baik. Karena manusia bukan hewan, manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia. Tapi di Rusia memang banyak orang gak percaya ama tuhan (kalaupun percaya pasti mengingkari) jadinya ya.. mereka menganggap apapun bisa dilakukan, sampai mayat pun dijadikan komoditas bisnis.
Apa orang-orang yang bekerja gak ngeri dan serem ya kerja disana, apalagi pasti baunya itu loh…, keliatannya orang yang kerja disana gak pake masker atau apapun yang mencegah bau menusuk. Mungkin hidungnya udah kebal, sekebal hatinya yang udah keras, gak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan.

Pabrik Mayat Manusia yang Menyeramkan
Pabrik Mayat Manusia yang Menyeramkan
Pabrik Mayat Manusia yang MenyeramkanPabrik Mayat Manusia yang MenyeramkanPabrik Mayat Manusia yang Menyeramkan

pemakaman tersadis dari Tibet

pemakaman tersadis dari Tibet

Beginilah prosesi pemakaman langit bangsa Tibet yang biasa disebut dengan istilah Sky Burial. Dimana jenazah dibawa kepuncak pegunungan yang tinggi dan disayat-sayat agar menarik untuk dimakan oleh burung bangkai.Setelah daging mayat tersebut benar-benar tidak tersisa hingga tinggal tulang belulang dan tengkorak kepala, kemudian dihancurkan .
Kepercayaan mereka ini katanya Buddha percaya dengan reinkarnasi dan reinkarnasi tidak memerlukan tubuh, sehingga bila tubuhnya dipersembahkan kepada alam atau burung dan lain-lain, maka hal tersebut akan baik……














Bangsa Tibet itu engga suka tanah, Mereka menggolongkan tanah bukan untuk tempat peristirahatan terakhir.
karena mereka pikir di kubur jadi busuk , artinya tidak menghargai.
jadi mereka pikir , lebih baik jasad yang sudah habis , di kasih kepada makhluk hidup yg lain.

Kamis, 16 Juni 2011

gambar mesjid di china









Sejarah Islam di Cina

Sejarah Islam Di Negeri Tirai Bambu Cina Mar 30, ’08 8:41 AM
for everyone
Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina,” begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom’ – julukan Cina. HISTORY OF ISLAM IN CAHINA
Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar’ dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.
Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.
Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah.

The Great Mosque of Xi’an, one of China’s oldest mosques
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW). Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain; Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa’ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya.
Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M – 618 M).
Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran.
Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M – kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars.
Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton – masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Id Khar Mosque
Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’. Dia bergelar `bapak’ komunitas Muslim di Cina.
Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.
Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.
Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho – seorang pelaut Muslim andal.
Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.
Masa Surut Islam di Daratan Cina

The Niujie Mosque in Beijing
Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.
Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima – menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.
Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma.
Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.

Tokoh Muslim Terkemuka dari Tiongkok
Dominasi peran Muslim dalam lingkaran kekuasaan dinasti-dinasti Cina pada abad pertengahan telah melahirkan sejumlah tokoh Muslim terkemuka. Mereka adalah:
Pelaut dan Penjelajah
* Cheng Ho atau Zheng He: Laksamana Laut Cina yang menjelajahi dua benua dalam tujuh kali ekspedisi.
* Fei Xin: Penerjemah andalan Cheng Ho.
* Ma Huan: Seorang pengikut Ceng Ho.
Militer
* Jenderal pendiri Dinasti Ming: Chang Yuchun, Hu Dahai, Lan Yu, Mu Ying.
* Pemimpin pemberontakan Panthay: Du Wenxiu, Ma Hualong.
* Kelompok tentara Ma selama era Republik Cina: Ma Bufang, Ma Chung-ying, Ma Fuxiang, Ma Hongkui, Ma Hongbin, Ma Lin, Ma Qi, Ma Hun-shan Bai Chongxi.
Sarjana dan Penulis
* Bai Shouyi, sejarawan.
* Tohti Tunyaz, sejarawan.
* Yusuf Ma Dexin, penerjemah Alquran pertama ke dalam bahasa Cina.
* Muhammad Ma Jian, penulis dan peberjemah Alquran terkemuka.
* Liu Zhi, penulis di era Dinasti Qing.
* Wang Daiyu, ahli astronomi pada era Dinasti Ming.
* Zhang Chengzhi, penulis kontemporer.
Politik
* Hui Liangyu, Wakil Perdana Menteri Urusan Pertanian RRC
* Huseyincan Celil, Imam Uyghur yang dipenjara di Cina
* Xabib Yunic, Menteri Pendidikan Second East Turkistan Republic
* Muhammad Amin Bughra, Wakil Ketua Second East Turkistan Republic
Lainnya
* Noor Deen Mi Guangjiang, ahli kaligrafi.
* Ma Xianda, ahli beladiri.
* Ma Menta, pengurus Federasi Wushu Tongbei Rusia.
PLEASE VISIT HERE NOW HISTORY OF ISLAM IN CAHINA
cn.jpg
0548muslim01.jpg



http://newyorkermen.multiply.com/

Dinasti Ming adalah Dinasti Islam?


Salam Sejarah buat semua. Kali ini kita akan melihat beberapa catatan para sejarawan tentang kebenaran bahawa sekian banyak dinasti di China, Dinasti Ming telah dikenalpasti sebagai sebuah Dinasti Islam. Adakah ia benar?

Sejarah keIslaman Dinasti Ming ini amat jarang sekali disentuh oleh para orientalis yang mengkajinya mahupun dalam kalangan sejarawan-sejarawan China yang bukan Islam.

Misalnya dalam buku 'The Cambridge History of China' tidak ada langsung menyebut peranan orang Islam dalam menegakkan kerajaan itu, bahkan peristiwa kebangkitan kumpulan Islam seperti Kebangkitan Serban Merah hanya dikaitkan dengan pengikut agama Buddha sahaja.

Dalam bukunya 'Sejarah Islam di China, Jing Chee Tang telah memberikan beberapa alasan yang jelas menunjukkan bahawa Chu Yuan Chang, pengasas kerajaan Ming itu ialah seorang Islam. Ibrahim T.Y.Ma juga telah membuktikan perkara yang sama.

Yusuf Chang dalam sebuah artikelnya menyatakan bahawa Chu Yuan Chang (baginda menggunakan gelaran Maharaja Hung Wu) seorang Islam dari keturunan Semu (semitik) yang telah datang ke China dalam zaman Yuan. Seorang lagi sejarawan China seperti Muhammad Pai Shou Yi juga menyatakan bahawa selain Chu Yuan Chang, permaisurinya iaitu Ratu Ma Hou jelas beragama Islam kerana baginda berasal daripada keluarga Ma di An Hui.

Dikisahkan juga setelah menawan Nanking, Chu Yuan Chang telah mendirikan sebuah masjid jami'. Masjid ini dinamakan Masjid Chin Juieh yang bermaksud 'Pencerahan Murni'. Bahkan baginda sendiri telah menulis sebuah sajak untuk diabadikan pada dinding masjid yang dibinanya itu. (Ibrahim T.Y.Ma, 1979:126)

Ibrahim Tien Ying Ma, bekas mufti Peking (Beijing) dan salah seorang pegawai Republik China sebelum China jatuh ke tangan Komunis pada tahun 1949, telah menyatakan bahawa Dinasti Ming itu memang sebuah kerajaan Islam.

Beliau menjelaskan bahawa 'Ming' bermaksud 'gilang-gemilang atau terang-benderang'. Perkara ini mengingatkan kita kepada tindakan Rasulullah Saw ketika mula-mula sampai ke Yathrib pada tahun 622M. Baginda telah menukarkan nama kota itu kepada Madinah al-Munawarah atau 'Kota yang gilang-gemilang dan bercahaya'. Perkara ini bukanlah satu kebetulan. Ia memang disengajakan kerana pengasas kerajaan Ming adalah seorang Islam (1979:134).

Sumber:
1) Ma, Ibrahim T.Y., Perkembangan Islam di Tiongkok, Bulan Bintang, Jakarta, 1979.
2) Chang, Yusuf, 'The Ming Empire: Patron of Islam in China and Southeast and West Asia', dlm. JMBRAS, Jilid 61, Bahagian 2, 1988.
3) Mote, F.W., Twitchett, D., (ed), The Cambridge History of China, Jilid 7, Cambridge University Press, Cambridge, 1988.
Di Guangzhou, sejarah Islam di China bermula. Sebuah makam yang diyakini sebagai makam dari penyebar Islam pertama di China, terletak di kawasan tersebut, juga sebuah masjid yang diperkirakan berusia 1.300 tahun. Seorang lelaki usia 30-an melongok malu-malu dari balik pintu Masjid Huaisheng. Sejak tadi, ia berada di situ, mengamati orang lalu-lalang di depan masjid, entah yang berniat salat ataupun sekadar mengamati detail arsitektur masjid dengan kamera di tangan.



Lelaki itu, dengan jubah warna biru dan kopiah putih di kepalanya, serta jenggot panjang yang tumbuh di janggutnya, sama sekali tak tampak garang. Melihat senyum simpul dan sorot di matanya, ia benar-benar jauh dari kesan tak ramah. Dengan isyarat tangan, ia bahkan mengundang saya masuk ke masjid dan mengambil gambar dari dalam.

Menurut manuskrip tahun 1216, masjid ini dibangun atas inisiatif Sa’ad bin Abi Waqqas, paman Muhammad SAW dari pihak ibu. Abi Waqqas ini pula yang diyakini sebagai penyebar Islam pertama di daratan China.

Nama Huaisheng punya arti “kenangan untuk sang pemula” yang dibangun sebagai penghormatan untuk Muhammad SAW. Huaisheng adalah satu dari empat masjid yang paling populer di China. Tiga lainnya adalah Yangzhou Crane, Quanzhou Kylin, dan Hangzhou Phoenix. Namun, Huaisheng adalah yang tertua.

Belum diketahui pasti apakah masjid ini dibangun di masa Dinasti Tang atau awal pemerintahan Dinasti Song. Yang pasti, masjid ini dibangun lagi pada tahun 1350 di masa Dinasti Yuan di bawah pemerintahan Zhizheng (1341-1368) dan kemudian dibangun lagi di tahun 1695 di bawah Kaisar Kangzi pada masa Dinasti Qing. Mirip dengan masjid Quanzhou, Hangzhou, dan Yangzhou, arsitektur Masjid Huaisheng merupakan perpaduan dari bangunan tradisional suku Han dan style bangunan yang diimpor dari Arab.



Luas area masjid sekitar 3.000 meter persegi. Pintu masuk masjid ini terletak di Guangta Road. Dari luar tampak seperti bangunan biasa, kecuali tanda gerbang pintu masuk yang dibuat dengan tumpukan bata merah dan menara yang menyembul di sisi kanan dari balik tembok. Di atas tembok ini tertulis huruf China yang menyebut bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan sejarah yang berada di bawah lindungan pemerintah.
Kompleks masjid ini terdiri dari koridor berbentuk U yang melingkupi halaman gedung yang dikelilingi tembok dan berakhir dengan dengan bangunan utama di dalam masjid. Bangunan utama masjid dibangun dengan beton pada tahun 1935.

Masjid ini juga dinamai Light Tower Mosque karena memiliki sebuah menara yang pernah digunakan sebagai mercusuar untuk kapal-kapal yang berlayar di Sungai Zhujiang. Para pelaut dulu sering memanjat menara ini untuk melihat kondisi cuaca.

Dari masjid ini, sekitar 10 menit dengan bus, terletak makam Abi Waqqas. Tahun kedatangannya ke China masih jadi perdebatan. Ada yang menyebut bahwa ia datang ke China sekitar tahun 640 atau delapan tahun setelah meninggalnya Muhammad SAW, atas undangan Kaisar China, guna menyebarkan ajaran Islam. Namun, ada juga data yang menyebut bahwa ia datang ke China saat Muhammad SAW masih hidup (tepatnya sekitar tahun 616) dan kemudian meninggal di negeri tersebut pada tahun 664 saat menginjak usia 80 tahun.

Untuk memasuki makam Abi Waqqaas, pengunjung masih harus berjalan kaki sekitar 100 meter dari pintu utama. Setelah masuk pintu makam, ada dua pintu lagi yang mesti dilewati untuk menuju makam Abi Waqqaas. Makam tersebut ditempatkan dalam bangunan sehingga terlindung dari panas dan hujan. Di sekitarnya, ada sejumlah makam lainnya yang terlindung di bawah naungan pohon beringin.



Musa (60), seorang China muslim yang merupakan salah satu penjaga makam tersebut, mengatakan bahwa setiap hari ada pengunjung yang datang ke makam itu dari berbagai negara. Di dekat pintu masuk makam, disediakan tempat untuk salat, persis di dekat mata air yang ditemukan 1300 tahun lampau. Air dari mata air yang kini dibikin pompa tersebut, masih kerap diminum oleh para pengunjung. Saya sempat mencicipnya.

Menurut Musa, kehidupan beragama di China cukup baik. Pemerintah menjamin warganya menjalankan ibadah agama. Musa mengaku menjadi Islam sejak umur 6 tahun dan sejak 16 tahun lalu, ia bekerja sebagai penjaga di makam Abi Waqqas.

Ia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah soal kehidupan beragama tak pernah berubah, bahkan saat politik China kini berada di bawah kepemimpinan partai komunis. Saat ini, 20 juta dari 1,3 miliar penduduk China adalah Muslim. Sebanyak 30.000 masjid dan ribuan restoran yang menyajikan menu halal, membentang di daratan China.

Di Guangzhou, saya sempat menyantap makan siang di sebuah restoran halal di ruas Ganghua Road yang masuk dalam Distrik Baiyun. Namanya Qinghai Muslim Restaurant. Rasa makanan dan juga kualitas pelayanannya dijamin akan membuat Anda selalu ingin kembali ke sana.
Sejarah Masuknya Islam ke Cina
Jihad vs Cina 751M
http://www.historyofjihad.org/china.html

JIHAD DI CINA
Banyak orang heran mendengar ttg Jihad Muslim di Cina. Tetapi ini jelas terjadi.

Dawat-ul-Islam (undangan utk memeluk Islam) yg dikirim ke negara2 spt Persia yg Zoroastrian, Bizantin yg Kristen dan raja2 Kerala Hindu, juga dikirim ke kaisar Cina. Cuma kaisar Cina tidak mengerti ultimatum itu dan menyangka bahwa para ini merupakan pesan spiritual. Satu abad kemudian pd thn 751, baru orang Cina bertatapan muka dgn bahaya Islam.

Selama thn 700-an, dibawah dinasti T'ang kekaisaran Cina sukses dlm politik luar negerinya. Mereka merebut kembali wilayah2 mereka dan menstabilisasi frontier Tibet. Mereka mengamankan rute dagang melewati Asia Tengah dan membungkam ancaman2 dari orang2 Khitan dan Hsi. Akhir th 740an, pasukan Cina menyatakan kepemilikan atas Kabul dan Kashmir di India. Tetapi kemenangan ini tidak berlangsung lama.

Mereka harus berhadapan dgn agresi Islam yg datang dari Persia. Kedua kekuatan ekspansionis itu akhirnya bertatapan di Asia Tengah dan pecahlah perang di Sungai Talas, satu2nya perang antara pasukan Muslim Arab dgn tentara Kekaisaran Cina. Cina dipimpin Kao Hsien-chih dgn pasukan 100,000 orang Cina, Muslim dipimpin Ziyad ibn Salih, wakil Abu Muslim (orang Persia yg memeluk Islam), dgn gerombolan 40,000 Ghazi (orang2 yg haus akan janji2 Islam berupa kekayaan rampasan perang, wanita ataupun ke 72 huri di surga nanti).

Tgl 10 Juli 751M, tentara2 Arab dan Cina mengambil tempat di Aulie-Ata di belakang sungai Talas. Kavalri Cina nampak lebih besar dari kavalri Arab, tetapi pihak Arab diam2 bersekongkol dgn kontingen Turki (kaum Qarluq) dalam tentara Cina, dgn menjanjikan mereka kekayaan dan kebebasan kalau memeluk Islam dan mengelabui jendral Cina mereka. Pihak Qarluq yg memang tidak suka dgn majikan Cina mereka, menganggapnya sbg kesempatan utk mengalahkan Cina sambil merencanakan utk nantinya mendepak Arab juga.

Pada perang Sungai Talas, kaum Qarluq memfitnah rakyat mereka sendiri dan membelot ke pihak Arab. Ini meningkatkan kekuatan tentara Arab, alhasil mereka mengepung tentara infanteri Cina dgn mudah dan membantai mereka sampai tidak ada lagi tentara Cina yg bernafas.

Para pemanah Qarluq mengepung Jendral Cina, Kao, dan menembakinya dgn panah berkali2. Dan pihak Arabpun melanjutkan tradisi mereka dgn memotong kepala musuh dan mempertontonkannya didepan tentara musuh. Pihak Cina yg tidak biasa dgn taktik perang biadab macam ini
morat marit dan bingung, tidak tahu siapa yg memerangkap mereka.

Pihak Arab menawan puluhan ribu Cina dan sekutu2 non-Qarluq Turki mereka dan membawa mereka ke Samarqand dan kemudian ke Baghdad dan Damaskus utk dijual sbg budak. Salah seorang tawanan Cina menyebut perlakuan di kamp2 penjara Arab mirip perlakuan terhdp ternak. Abu Muslim dan Ziyad mendapatkan kekayaan besar dari perdagangan budak ini dan menggunakannya utk membayar tentara mereka. Lebih penting lagi, Arab memaksa tawanan Turki dan Cina utk mengajarkan mereka seni membuat mesin2 katapul dan kereta2 penyerang, yg oleh Muslim2 Turki dimanfaatkan secara sukses dlm serangan melawan kota2 Bizantin.

Kaum Qarluq Turki menginginkan kemerdekaan dari Cina shg mereka berpura2 memeluk Islam agar mendapatkan dukungan Arab. Namun mereka tidak sadar bahwa sekali mereka memeluk Islam, mereka tidak boleh meninggalkannya. Pihak Qarluq dipaksa utk tetap memeluk Islam dan mereka yg menolak dihukum mati atau diperbudak.

Sejarah kaum Qarluq kemudian menunjukkan bahwa setelah bebas dari Cina mereka tetap sbg satelit Arab tanpa kemungkinan membebasakan diri dari Islam. Konversi licik terhdp kaum Qarluq ini mengakibatkan konversi bangsa2 Turki kedlm Islam dlm abad 750 sampai 1050. Perjanjian ini mengakibatkan Turki diperbudak Islam selama2nya.

Dampak pertempuran ini sangat penting. Arab kehilangan kesempatan utk mengIslamkan Cina, sementara itu, dinasti T'ang kehilangan kekuasaan karena ekspansi ke wilayah barat terhenti. Walau Muslim menang dlm pertempuran ini, mereka mendptkan lebih banyak musuh. Kebencian dari pihak Turki-Mongol-Cina --yg semakin besar sejak serangan Muslim pertama terhdp wilayah2 Turki di pertengahan abad 7, yg dibawa ke perbatasan Cina th 751 di Pertempuran Sungai Talas-- memprovokasi balasan keras Mongol melawan Muslim. Setelah kemenangan di Talas, perlawanan Cina dan sekutu2 Turko-Mongol mereka terhdp Muslim semakin meningkat. Akhirnya Muslim memutuskan utk berkonsentrasi bagi pemusatan kekuatan di Asia Tengah dan memaksa orang Turki memeluk Islam.

Oleh karena itu mereka menunda invasi mereka ke Cina. Keputusan inilah yg melindungi Cina dari Islam. Di abad2 berikutnya, pihak Mongol mengumpulkan kekuatan utk membalas serangan Muslim yg akhirnya berakibat pd penjarahan dan penghancuran Baghdad oleh Hulagu Khan, pemimpin Mongol.

Namun kemenangan Muslim di sungai Talas sayangnya berakibat pemaksaan Islam terhdp kaum Qarluq Turki, yg kemudian disusul dng kaum Ughir dan Hui (saudara kaum Han). Orang Cina yg memeluk Islam secara bertahap meninggalkan warisan budaya kaya Cina mereka dan mengalami Arabisasi, walaupun tetap berwajah Mongoloid.

Kini, keturunan Hui, Ughir, dan Qarluq menduduki provinsi Cina paling barat, Xinjiang dan menginginkan negara Islam terpisah bernama Turkestan, yg sejauh ini berhasil dibendung Cina. Banyak dari mereka mendukung Al Qaeda.

Masjid Jami’ Tan Kok Liong - Cibinong

Masjid Tan Kok Liong – Cibinong, Jawa Barat

Masjid Tan Kok Liong adalah salah satu dari sedikit masjid di Indonesia yang ber-arsitektur Tiongkok. Sepintas lalu memang tak tampak seperti bangunan masjid kebanyakan karena memang bentuk masjid ini mengadopsi gaya arsitektur era dinasti Ching di China.

Masjid Jami’ Tan Kok Liong, merupakan bagian dari komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Terpadu At-Ta’ibin yang didirikan oleh Mohammad Ramdan Effendi atau lebih dikenal dengan nama Anton Medan mantan napi yang kemudian sukses menjadi da’i dan pengusaha. Tan Kok liong adalah nama beliau semasa masih kanak kanak. 


Lokasi Masjid Tan Kok Liong

Tan Kok Liong/Anton Medan/
Mohammad Ramdan Effendi
Berikut Alamat lengkap masjid ini :

Masjid Tan Kok Liong
Komplek Pesantren At-Ta’ibin
Jalan Raya Kampung Sawah No. 100
RT02/RW08, Kampung Bulak Rata
Kelurahan Pondok Rajeg
Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor 16914
Provinsi Jawa Barat.
Nomor Telepon : (021) 70238033

Dengan angkutan umum, dapat ditempuh dari terminal Depok dengan rute : naik angkot D10 dari terminal depok lalu turun di terminal kampung sawah, lalu naik sekali lagi angkot 72 (warna biru) dan turun di gapura pesantren, dari gapura bisa berjalan kaki ataupun menggunakan ojek ke pesantren.

Masjid Tan Kok Liong
Sejarah Pendirian Masjid Tan Kok Liong

Masjid Jami' Tan Kok Liong mulai dibangun pada 2005 dengan dana 2 Milyar Rupiah. Ide awalnya muncul dalam kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Cina tahun 2004. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Yudhoyono berusaha meyakinkan pengusaha Cina supaya bersedia menanamkan modalnya di Indonesia. Anton Medan, yang hanya melihat acara tersebut di televisi, tergerak untuk menunjukkan kepada pengusaha Cina bahwa komunitas Tionghoa di Indonesia diakui dan dilindungi pemerintah.

Bermodal keuntungan usaha percetakan dan sablon bagi peserta Pemilu 2004, Anton mulai mendesain bentuk masjid bergaya klenteng. Dia mendesain sendiri tanpa jasa arsitek atau desainer interior. Untuk mewujudkannya, Anton berburu VCD bentuk-bentuk istana di Cina ke Pluit. Dari berbagai bentuk itu akhirnya terpilih tiga istana: Istana Dinasti Ching, Ming, dan Han. Pilihan jatuh pada istana Dinasti Ching, yang mendekati kemiripan dengan desain masjid di Indonesiaز 

Arsitektur Masjid Jami’ Tan Kok Liong

Rancang bangun masjid Jami’ Tan Kok Liong ini di buat sendiri oleh pembangun dan pemiliknya, Anton Medan. Bangunan berlantai tiga berukuran 16 x 20m ini memang lebih menyerupai kelenteng dibandingkan sebuah masjid. Bangunan yang menjulang tinggi itu didominasi warna merah menyala. Ornamen naga menghiasi semua sudut atapnya yang berjenjang tiga. Lantai dasarnya digunakan untuk kantor pesantren, lantai satu dan dua untuk shalat. Kubah masjidnya berukuran kecil  berada di atap depan lantai dasar. Berbeda dengan masjid pada umumnya yang berkubah besar dan berada di puncak atap utama.

Ornamen Masjid Tan Kok Liong, Bagian Atas terpasang 

Lafaz Allah dan di bagian bawah dipasang 
lafaz Raja dalam aksara Cina
Cat dindingnya berwarna merah muda, sedangkan pilarnya didominasi merah marun, ada juga dua pilar yang berwarna emas. Sementara atapnya berwarna hijau. Ornamen naga khas arsitektur Tiongkok, menghiasi semua sudut atapnya yang berjenjang tiga. Papan nama yang bertuliskan “Masjid Jami Tan Kok Liong” bergaya tulisan Tiongkok sedangkan lafaz Allah ada di pucuk atapnya.  Tiga penanda yang menunjukkan bahwa bangunan itu merupakan sebuah masjid adalah terdapatnya lafal Allah pada pucuk atapnya. Lalu papan namanya bertulisan "Masjid Jami' Tan Kok Liong". Terakhir, kubah di bagian atap kanopi.

Atap bangunan terdiri atas tiga undakan. Setiap jengkal atapnya berornamen Cina, seperti lampion merah. Ujung-ujung wuwungan dihiasi kepala naga yang merupakan simbol kesuksesan, seolah menyembul dari awan. Ujung gentingnya bulat berdiameter 7,5 sentimeter bertulisan dalam aksara Cina berlafal "huang" atau raja dan berlafal "Allah". "Ornamen bertulisan 'raja'  di taruh di bawah tulisan 'Allah'

Di pucuk atap, terdapat lafal Allah dalam tulisan arab. Atapnya berbentuk topi Putri Xianchiang komplet dengan antingnya. Putri Xianchiang, adalah muslimah Cina pertama. Tak ada kubah., kubah bukan arsitektur Arab, melainkan Spanyol.  Empat patung burung rajawali berdiri di bawah topi Putri Xianchiang. Dengan harapan umat Islam bisa memandang setiap persoalan setajam tatapan rajawali. Bukan seperti burung perkutut, yang tiruannya diletakkan di ujung wuwungan di belakang kepala naga. Perkutut selalu bergerombol, tapi tidak berbuat apa-apa. 

Masjid ini semiterbuka. Hampir semua dindingnya adalah pintu yang dibuka ketika ada perhelatan. Uniknya, desain pintu masing-masing berbeda sebagaimana pintu-pintu kerajaan di Cina. Pintu-pintu biasanya merupakan sumbangan penduduk berbagai daerah. Setiap daerah menyumbang pintu dengan desainnya sendiri. Hanya, ukurannya sama, karena telah ditetapkan.




http://bujangmasjid.blogspot.com/2010/10/masjid-jami-tan-kok-liong-cibinong.html

TSEL COMUNITY

Tawk.to